8.16.2008

Tokoh


Menikmati Hidup Bersama Dakwah

Sudah menjadi tradisi di internal Partai Keadilan Sejahtera (PKS), setiap kader harus siap menerima amanah/tanggung jawab dari Majelis Syuro (MS), forum tertinggi partai. Diangkat atau diberhentikan oleh MS dari jabatan tertentu harus diterima dengan legowo dan ikhlas. Hal ini pula yang dialami Tifatul Sembiring, Ketua Umum PKS sekarang.

Menurutnya, semula ia tidak menduga jika partai berlambang bulan sabit kembar ini menyerahi amanah kepemimpinan. Tapi karena hal itu sudah menjadi kesepakatan para petinggi partai di Majelis Syuro amanah berat pun ia terima.

"Di PKS selalu seru sorong- sorongannya, saling menyilakan maju dan tidak ada kampanye untuk maju memimpin apalagi memakai politik uang," tutur direktur sebuah perusahaan penerbitan Asaddudin Pers itu.

Baginya jabatan bukanlah kesempatan untuk memupuk kekayaan atau berkuasa atas segalanya. Tapi jabatan adalah upaya untuk melayani masyarakat dengan sebaik-baiknya. "Dengan diamanahi beban jabatan ini, saya sendiri mengucapkan inna lillahi wa inna ilaihi rajiun," ujarnya.

Usai mendapat mandat baru itu, yang sebelumnya selama enam bulan juga ia terima sebagai pejabat sementara (Pjs.), laki-laki kelahiran Bukitinggi, Sumatera Barat ini langsung mengumpulkan keluarganya untuk bermusyawarah dan mohon do'a restu. Karena menurutnya, tugasnya sebagai ketua umum semakin bertambah dan besar. Terlebih lagi untuk menghadapi Pemilu 2009.

Lantaran itulah, suami dari Sri Rahayu itu kini hampir 24 jam nafas dan jiwanya diperuntukkan untuk dakwah. Dari pagi hingga menjelang pagi Tifatul mengkonsep, menformulasikan dan menggalang kekuatan dakwah. Ia terus menggenjot kader-keder inti partai yang terkenal dengan slogan "Clean and Care" ini melebarkan sayapnya ke tengah-tengan masyarakat.

Upaya ini dilakukan, diakuinya, karena tantangan dakwah ke depan semakin komplek dan berat. Jika tidak hati-hati dalam mengelola dakwah dan partai , bisa-bisa dakwah partai ala aktivis tarbiyah ini bisa buyar dan pencapaian target pun tak maksimal. Untuk itulah, ayah tujuh anak ini terus melakukan konsolidasi ke dalam mau pun keluar.

"Kita akan membentuk sub-sistem. Di Legislatif, misalnya, kita sudah punya TPA, Tim Pengelola Anggota Legislatif. Untuk eksekutif mungkin punya TPE. Selanjutnya pengelolaan kader, juga kita buat sistemnya, pengelolaan struktur juga kita buat sistemnya," terangnya.

Piawai dalam Analisa dan Lobi Politik

Sebagai alumnus di bidang Manajemen Informatika, geliat dan informasi partai-partai politik (parpol) turut menjadi perhatiannya. Sebab, dinamika parpol-parpol itu secara langsung atau tidak juga berpengaruh bagi PKS. Karena itu pula dinamika perkembangan di partai-partai besar seperti PDIP, Partai Golkar, PKB dan partai-partai Islam menjadi penting untuk diamati.

"Lingkungan eksternal kita juga berubah. Kita tentu akan mencari peluang-peluang kita, dan apakah itu nanti akan memberi nilai-nilai positif buat kita atau nilai-nilai positif yang berkembang dalam sistem yang mereka namakan demokrasi di Indonesia ini," papar Tifatul, yang juga mantan pegawai PT PLN di Pusat Pengaturan Beban Jawa, Bali, Madura.

Tidak hanya itu, Tifatul juga telah membuat kontrak dengan para anggota legislatif dari PKS untuk tetap mengedapankan akhlak Islami dalam berpolitik di parlemen. Maka tak heran, jika ada indikasi pelanggaran etika, maka tak segan-segan, pihaknya akan menjatuhkan sanksi.

Demikian pula halnya dengan kontrak politik dengan Pemerintahan SBY-Kalla. PKS sebagai the rullling party bersama pemerintahan SBY-Kalla berkomitmen terus mengawal sekaligus mengoreksi pemerintahan SBY-Kalla jika melenceng dari perjanjian. Makanya, setiap ada rencana pembuatan kebijakan publik, PKS selalu dilibatkan. Misal, soal pencalonan Komjen Sutanto menjadi Kapolri. "Juga bagaimana merespon setiap saat koalisi kita dengan pemerintah pusat, maupun koalisi di dalam Pilkada di banyak daerah," tuturnya.

Menghadapi situasi politik 2009 dan pemilu lokal (Pilkada), jauh-jauh hari Tifatul telah membuat dan merancang pemenangan jago-jagonya untuk bersaing dengan kandidat lain. Dia jugalah yang memetakan angka-angka perolehan suara kadernya. Setidaknya di 18 daerah ada kader PKS yang menjadi orang nomor satu atau dua di daerah yang bersangkutan. Walikota Kota Depok terpilih Nurmahmudi Ismail contohnya.

Selain di Depok, kader-kader PKS juga mendapat kepercayaan masyarakat di Serang, Bangka Barat, Sukabumi, Halmahera Selatan, Bandar Lampung, Bengkulu, Solok Selatan, Kota Semarang, Kota Pekalongan, Kota Rembang, Tanjung Pinang, Kep. Riau, "Dan , insya Allah di Banjarmasin," katanya.

Melihat perkembangan yang positif ini, Tifatul berharap PKS pada Pemilu 2009 bisa leading menjadi partai dua besar. Tenaga, pikiran, kader dan semua kekuatan akan dikerahkan untuk mensukseskan cita-cita besar itu. Alhasil PKS pada Pemilu mendatang mampu meraup 22 juta suara. Modal inilah yang barang kali akan dijadikan stand by partai yang berkantor di bilangan Mampang Prapatan untuk mengajukan calon presiden dari kadernya.

Rencana spektakuler ini bukanlah sekadar mimpi. Dalam hitungan yang sederhana dan riil, PKS pada Pemilu 2004, kemarin, telah membuktikanya. "Jadi kita melompat dari yang impossible, dari 1,4 juta suara ke 8,3 juta. Ini artinya melompat 6 kali lebih. Kader pun melompat hampir 20 kali lipat. Nah, bagaimana me-maintance-nya. Begitu juga legislatif dari 191 orang menjadi 1.112 orang, juga melompat 10 kali," papar laki-laki yang pernah belajar ilmu politik internasional di Islamabad, Pakistan itu.

Karena itu pula, Tifatul berujar, selain ingin mendongkrak perolehan suara sampai 20%, pihaknya juga berharap jumlah anggota legislatif (aleg) PKS naik meroket. Misal, dari angka 1.112 menjadi 3.500 aleg.

Sebagai partai dakwah, dituturkannya, PKS tidak mau terbuai dengan perebutan kekuasaan semata. Lantaran itu, kendati pemilu sudah usai, partai ini tetap terus berkiprah di masyarakat. Ketika gempa bumi datang, busung lapar dan polio dan muntaber menyapa anak-anak Indonesia, ratusan kader PKS secepat kilat dikirim ke daerah-daerah tersebut. "Kita turun sangat intensif. Juga di Nabire, Alor, Poso, Nias juga. Kita kirim ratusan relawan, ada dokter 20 orang. Kita kan tetap care (peduli) yang demiikian," katanya.

Nafas dan Keluarganya untuk Dakwah

Kegigihan dan keuletan berdakwah ini, sering membuat mantan Ketua Wilayah Dakwah (Wilda) I PKS itu istirahat (tidur) hanya beberapa jam. Pasalnya, ia harus pulang ke rumah sudah larut malam. Istirahat sehari-semalam cuma 2 sampai dengan 4 jam. "Iya kadang-kadang begitu," katanya singkat.

Kendati demikian, urusan keluarga tak pernah ia abaikan. Sisa-sisa waktun yang ada ia selipkan untuk bercanda dan silaturahmi dengan anak, istri, keluarga serta tetangga.

"Biasanya saya pagi-pagi menyiapkan waktu bertemu dengan anak. Karena saya masih mengantarkan mereka dengan motor ke sekolah. Ini untuk menjaga keakarban dengan mereka supaya perasaan punya ayah itu masih kuat. Saya cari waktu untuk mengajak jalan-jalan," kisah Tifatul.

Karena itu pula, dakwah sudah menjadi bagian hidup Tifatul. "Kesibukan seorang da'i itu hampir nyaris tidak kenal waktu. Kapan saja harus siap," ujarnya menambahkan.

Keluarga Tifatul memang sudah terbiasa kehidupan seperti ini. Maklum di antara mereka saling memahami. Apalagi, Tifatul di mata keluarganya adalah figur da'i yang dan pemimpin rumah tangga yang bersahaja dan bijaksana.

Menekuni dakwah dan partai bagi Tifatul dan keluarganya adalah kenikmatan tersendiri. Justru dari sinilah kebahagiaan itu mudah diraih dan dinikmati oleh banyak orang. "Alhamdulillah setahap demi setahap kita melihat perkembangan yang bagus," urainya.

Walupun sibuk aktif berdakwah dan berpartai laki-laki kelahiran 28 September 1961 ini juga tetap mengomandani bisnis penerbitan buku yang didirikannya, Asaduddin Press. Tapi setelah pucuk estafet kepemimpinan PKS ada di pundaknya, otomatis waktu untuk mengurus bisnisnya tinggal sedikit. "Sejak saya memegang amanah di partai ini, sudah agak kurang waktu ke sana. Tapi masih jalan terus," tutur mantan aktivis Pelajar Islam Indonesia (PII) ini.

Soal dunia dakwah, diakui Tifatul, sejak remaja ia sudah terlibat aktif di remaja mushalla dan masjid. Kegiatan itu kemudian ia asah terus sampai di bangku kuliah. Demikian juga setelah lulus dari kampus. Selesai menyelesaikan S1-nya di Sekolah Tinggi Ilmu Komputer (STIK) Trisakti, ia bergabung dengan tokoh-tokoh dakwah dan tarbiyah. Antara lain bergabung dengan Yayasan Pendidikan Nurul Fikri dan Korps Mubaligh Khairu Ummah.

Saat menimba ilmu bidang International Politic Center for Asian Studies Strategic di Islamabad, Pakistan, mantan Humas DPP Partai Keadilan (PK), ini tak mau menyia-nyiakan kesempatan untuk berguru, berdialog, tukar pikiran dan menambah wawasan dari ulama-ulama dan gerakan dakwah setempat. Wajar kemudian, bila Tifatul sejak awal ikut membidani berdirinya PK, embrio PKS. Dan dapat dimaklumi pula jika dalam perjalanan kepemimpinan partai yang dikenal bersih dari korupsi ini selalu mendapat amanah yang strategis. Sebelum dibai'at secara aklamasi oleh Majelis Syuro yang berjumlah 49 dari perwakilan tiap daerah di seluruh Tanah Air dan lembaga-lembaga tinggi partai sebagai Ketua Umum PKS, ia pernah diserahi amanah Pjs. Ketua Umum, Ketua DPP Wilda I yang meliputi seluruh pulau Sumatera, dan Humas Partai.

Tak Ada Cita-cita Jadi Politisi

Tifatul mengungkapkan, sejak kecil dirinya tidak ada cita-cita untuk menjadi politisi. Tapi berkat pergaulan di antara dan bersama kolega-koleganya sesama aktivis Islam itulah yang membuatnya melebur dan mengkristal mendirikan partai politik. "Tidak ada (jadi politisi, red). Kita berpolitik juga baru ketika ada PK. Saya salah seorang pendirinya. Kita ingin memperbaiki keadaan," tuturnya memberi alasan.

Dalam dunia politik, pengalamannya memang tergolong masih baru. Tapi, asal boleh tahu, pria yang murah senyum ini, jago lobi dan mengalisisa peta politik. Sebut saja misalnya, mengapa PKS dalam Pilpres putaran II mendukung SBY-Kalla. Karena sejak semula, yakni pada putaran I, Tifatul juga sudah cenderung ke capres yang diusung Partai Demokrat, Partai Bulan Bintang (PBB) dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI). Tapi, karena Majelis Syuro belum sepakat dengan pandangan dan analisanya, maka pilihan jatuh ke Amien-Siswono. Fakta menunjukkan, feelling dan insting politik Tifatul menjadi kenyataan.

Karena kepiawaiannya dalam main politik inilah, wajar saja kalau kemudian pada bulan akhir Mei 2005, kemarin, ia dikukuhkan untuk meneruskan tugasnya sebagai penggerak gerbong partai yang memeliki kursi di DPR 45 aleg itu. Ia juga dikenal sebagai pemimpin partai yang pekerja keras. "Tapi saya juga bisa lembut," tukasnya dengan logat Batak.

Di mata Ketua Kebijakan Publik DPP PKS, Tb. Sumanjaya, Tifatul adalah sosok yang mampu melanjutkan visi-misi partai. "Ia memenuhi standar untuk menjadi Ketua Umum," ujarnya. Anggota Majelis Pertimbangan Partai (MPP) itu menilai, kinerja Tifatul selama ini tidak mengecewakan partai. "Manajemen informasinya bagus," sambungnya.

Hal senada juga disampaikan pengurus DPD PKS Jakarta Selatan Nur Aulia. Menurutnya, Tifatul adalah figur yang meyenangkan bila diajak bicara, baik ia sudah kenal dengan orang itu maupun belum. "Ia familiar, sederhana dan mau mendengar pihak lain," imbuhnya.

Sebagai Ketua Umum Partai, ia didampingi Anis Matta sebagai Sekjen, Dr. Surahman Hidayat sebagai Ketua Dewan Syari’ah Pusat (Maktab Haiah Syar’iyah, Mufti ’Am dan Qodhi ’Am), Drs. Suharna Surapranata sebagai Ketua Majelis Pertimbangan Pusat (Maktab Isytisyari, Drs. Mahfudz Abdurrahman sebagai Bendahara Umum, dan KH Hilmi Aminuddin sebagai Ketua Majelis Syuro. (Sumber: eramuslim)

Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS),periode 2005-2010
Alamat Kantor: Kantor Pusat DPP Partai Keadilan Sejahtera
Gedung Dakwah Keadilan
Jl. Mampang Prapatan Raya No. 98 D-E-F
Jakarta Selatan, Indonesia
Telp +62-21-7995425
Fax +62-21-7995433